Jumat, 11 Januari 2013

Tugas Softskil Bulan Januari

Contoh Perusahaan yang Menerapkan Budaya Etis Terungkapnya berbagai kasus kriminal yang melibatkan pihak entitas bisnis mendorong kesadaran perlunya penerapan wawasan dan perilaku moral dan etis. Penerapan nilai-nilai moral dan etis diyakini berperan tidak hanya mencegah terjadinya pelanggaran dan perilaku kriminal, melainkan juga mempunyai relevansi terhadap pencapaian bisnis yang sehat. Untuk memunculkan kesadaran terhadap wawasan moral dan etis maka pembangunan karakter dan integritas seluruh karyawan harus menjadi prioritas dalam perencanaan strategi usaha dan pengembangan sumber daya perusahaan di Indonesia. “Tak hanya lembaga pemerintahan dan militer yang memerlukan pembangunan karakter dan integritas. Perusahaan swasta pun perlu memperhatikan ini. Bukan hanya untuk pencitraan supaya terlihat sebagai perusahaan yang baik dan bertanggung jawab, tapi moral dan etis ternyata turut menentukan pencapaian kinerja perusahaan”, kata Ai Mulyadi Mamoer, komisaris independet PT Bakrie Telecom Tbk di acara diskusi Karakter & Integritas di Jakarta kamis kemarin. Dalam skala global, Ai Mulyadi mengatakan keruntuhan perusahaan-perusahaan raksasa seperti Enron, Worldcom, Arthur Andersen mencerminkan lemahnya penerapan prinsip etika binsi yang bersumber dari karakter, integritas dan perilaku manajemen dan karyawannya. Fenomena ini dijumpai pula di Indonesia dengan kasus terbongkarnya pembobolan rekening di beberapa bank terkemuka. Kaitan erat antara kualitas integritas dan etika pelaku bisnis dengan jumlah kasus pelanggaraan di (misconduct) di dalam perusahaan terlihat pula dalam laporan Integrity Survey yang dilakukan KPMG LLP tahun 2008-2009. Laporan tersebut memperlihatkan bahwa kasus-kasus pelanggaran di perusahaan yang menerapkan program penegakan moral karakter, integritas dan perilaku serta etika bisnis jauh lebih rendah dibanding dengan tidak menerapkannya. Demikian pula studi Harvard Business School yang menemukan bahwa moral capital yang berhasil diakumulasikan untuk membangun budaya perusahaan yang baik akan menghasilkan peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Pada kesempatan yang sama Rakhmat Junaidi, Direktur Corporate Services PT Bakrie Telecom Tbk menyatakan kepatuhan pada nilai-nilai moral dan etis kini memiliki korelasi kuat dan kongkrit pada pencapaian perusahaan. Nilai-nilai tersebut bukan lagi dipandang sebagai liabilitas yang membebani biaya perusahaan, tapi justru pendorong kinerja yang tercermin pada nilai saham atau pun kinerja keuangan perusahaan. “Kami meyakini betul penerapan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance) merupakan landasan kuat bagi kelangsungan usaha. Kami alami sendiri hal itu”. Menurutnya sejak 2007 seluruh management dan karyawan Bakrie Telecom mencanangkan dan menandatangani pakta integritas. Pakta ini berisi komitmen seluruh jajaran Bakrie Telecom untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG dalam perilaku usahanya sehari-hari. http://www.bakrietelecom.com/entitas-bisnis-semakin-dituntut-berwawasan-moral-etis

Tugas Sofskill Minmggu ke-3 (Bulan November)

Mencermati kasus suap menyuap yang melibatkan anggota KPPU M. Iqbal dan Presdir First Media Billy Sindoro dapat membuka mata kita bahwa begitu kotornya etika bisnis di Indonesia. Jika etika bisnis seperti itu masih dipertahankan maka jangan harap korupsi dapat hilang dari negara kita. Oleh karena itu, jangan ada lagi pengusaha-pengusaha di Indonesia yang memiliki etika bisnis seperti Lippo. Lippo Group yang dikenal sebagai perusahaan besar di Indonesia saja ternyata memiliki etika bisnis yang sangat buruk. Dengan kasus Suap KPPU sangat jelas telihat bahwa Billy Sindoro (tangan kanan Bos Lippo Group) menyuap M. Iqbal untuk mempengaruhi putusan KPPU dalam kasus dugaan monopoli Siaran Liga Inggris. Lippo ingin Astro Malaysia tetap menyalurkan content ke PT Direct Vision (operator Astro Nusantara) meski Astro Malaysia tengah bersiteru dengan Lippo Group. Jika Investor Asing seperti Astro Malaysia diperlakukan seperti itu maka tidak akan ada lagi investor asing yang mau masuk ke Indonesia. Akibatnya, perekonomian Indonesia akan semakin buruk dan akan terjadi krismon entah yang ke berapa kalinya, apalagi dalam berita hari ini BI rate naik dari 0,25 % menjadi 9,5 %…. Surat Kabar Sinar Harapan tahun 2003 pernah membuat artikel dengan judul Bank Lippo dan Bayang-bayang “The Riady Family”. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa keluarga Riady, pemilik Group Lippo juga pernah tersandung masalah yaitu mereka merekayasa laporan keuangan Bank Lippo. Seperti yang dikutip dari SK Sinar Harapan, “Kasus Bank Lippo kali ini bermula dari terjadinya perbedaan laporan keuangan kuartal III Bank Lippo, antara yang dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada 28 November 2002 disebutkan total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98 miliar. Sementara dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih (yang belum diaudit) menjadi Rp 1,3 triliun.” Dalam artikel tersebut dikatakan bahwa rekayasa laporan keuangan dilakukan keluarga Riady karena mereka memiliki agenda terselubung yaitu untuk kembali menguasai kepemilikan Bank Lippo.Rekayasa laporan keuangan tersebut dilakukan dengan cara melaporkan kerugian yang tidak tejadi, kerugian bank itu direkayasa melalui 2 cara yakni menurunkan nilai aset melalui valuasi yang dirancang sangat merugikan bank dan transfer aset kepada pihak terkait untuk menciptakan kerugian di pihak bank, tetapi menguntungkan pemilik lama. Seperti yang dikutip dari SK Sinar Harapan bahwa Lippo Goup juga memiliki trik licik dalm bisnis yaitu dengan melakukan goreng saham. Dalam artikel SK Sinar harapan dikatakan bahwa ” Selain penurunan nilai aset yang tidak rasional, manajemen Lippo juga merekayasa secara sistematis untuk menurunkan harga saham Bank Lippo di BEJ dengan cara “menggorengnya”. Akibatnya, harga saham turun drastis dari Rp 540 di bulan Agustus 2002 menjadi Rp 230 pada Februari 2003 (turun 50 persen lebih). “ Cara “goreng saham” dilakukan keluarga Riady untuk memperbesar kepemilikan saham dari pemilik lama melalui right issue yang dipaksakan dalam harga pasar sangat rendah karena mereka mengetahui pemerintah tidak bersedia membeli saham right issue (rekapitalisasi kedua) karena bertentangan dengan UU Propenas. Saham pemerintah menjadi terdilusi, sehingga kepemilikan keluarga Riady menjadi dominan kembali hanya dengan dana yang kecil. Sepak Terjang bisnis keluarga Riady ternyata juga hingga Amerika Serikat, menurut artikel yang dimuat Majalah Fortune pada 23 Juli 2001 bahwa James T Riady, bos Lippo Group membiayai dana kampanye Bill Clinton yang saat itu mencalonkan diri sebagai Presiden AS. Hal tersebut dilakukan agar keluarga Riady memiliki pengaruh di AS agar bisnisnya bisa lebih berkembang. Melihat seperti itu maka sudah sepatutnya etika bisnis Indonesia harus diperbaiki jika kita menginginkan ekonomi Indonesia tidak terpuruk. Cara Suap-menyuap, korupsi juga harus dihilangkan dalam negara Indonesia. http://novrygunawan.wordpress.com/2010/11/28/contoh-kasus-etika-bisnis-kasus-suap-menyuap-untuk-mempengaruhi-keputusan-sidang-tugas-etika-bisnis-ke-2/